Sunday, June 7, 2009

TBC

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia. World Health Organization (WHO) dalam Annual report on global TB control 2003 menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high-burden countries terhadap TB. Indonesia termasuk peringkat ketiga setelah India dan China dalam menyumbang TB di dunia. Menurut WHO estimasi insidence rate untuk pemeriksaan dahak didapatkan basil tahan asam (BTA) positif adalah 115 per 100.000 (WHO, 2003).
WHO melaporkan adanya 3 juta orang mati akibat TBC tiap tahun dan diperkirakan 5000 tiap harinya. Tiap tahun ada 9 juta penderita TBC baru dan 75% kasus kematian dan kesakitan di masyarakat diderita oleh orang-orang pada umur produktif dari 15 sampai 45 tahun. Di negara-negara miskin kematian TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TBC global yakni sekitar 38% dari kasus dunia (Depkes, 2001).
Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 estimasi prevalensi angka kesakitan di Indonesia sebesar 8 per 1000 penduduk berdasarkan gejala tanpa pemeriksaan laboratorium, dan TB menduduki ranking ketiga sebagai penyebab kematian (9,4% dari total kematian) setelah penyakit sistem sirkulasi dan sistem pernapasan. Di Indonesia setiap tahunnya ditemukan 583.000 penderita TBC baru dan 50% diantaranya (296.000) adalah penderita dengan kategori BTA positif yang menular, akibatnya 140.000 orang meninggal dunia setiap tahun (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbang), 2002). Aditama (1997), mengumpulkan beberapa hasil survei prevalensi TB di Indonesia dan menetapkan BTA (+) di 15 provinsi sebesar 290 per 100.000 yang berdasarkan survei yang dilaksanakan pada tahun 1980-1983.
Sejak tahun 1995 program Pemberantasan Tuberkulosis Paru, telah dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short Course) yang direkomendasikan oleh WHO, kemudian berkembang seiring dengan pembentukan GERDUNAS-TBC, maka Pemberantasan penyakit Tuberkulosis Paru berubah menjadi Program Penanggulangan Tuberkulosis (TBC). Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling cost-effective (Depkes, 2002), yaitu CDR Di Indonesia mencapai 33% dengan cure rate 86% (Pardosi, 2005).Pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan telah bekerja sama dengan rumah sakit, puskesmas, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan praktek dokter, untuk mensukseskan aktivitas pengawasan TBC, pengobatan teratur sampai terjadi eliminasi TBC di Indonesia.
1.1.1 Definisi TB
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan infeksi Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini merupakan organisme patogen maupun saprofit. Kuman ini bersifat dormant yaitu dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi (Bahar, 2001).
1.1.2. Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, jenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 /Um, dan tebal 0,3 – 0,6 /Um (Bahar, 2001).
Kuman dapat cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat gelap dan lembab Kuman ini juga dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es) (Depkes, 2002).
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kadar oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis (Bahar, 2001).

1.1.3. Manifestasi Klinis
Keluhan yang dirasakan penderita tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali. Gejala yang terbanyak adalah :
a. Demam subfebril menyerupai influenza, tetapi kadang-kadang dapat mencapai 40-41oC. Demam dirasakan hilang timbul sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam.
b. Batuk yang terjadi karena iritasi bronkus. Batuk diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas biasanya ditemukan pada penyakit yang sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada timbul bila terjadi infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napas.
e. Malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam.
Gejala tuberkulosis biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang, misalnya : tuberkulosis kulit (skrofuloderma), spondilitis vertebrae, meningitis, atau konjungtivitis fliktenularis(Depkes, 2002).


1.1.4. Diagnosis TB
Diagnosis TB paru pada dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannnya BTA pada pemeriksaan dahak secara makroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang.
? Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
? Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
? Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif
? Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB
o Bila hasil rontgen mendukung TB, didiagnosis sebgai penderita TB BTA negatif Rontgen positif.
o Bila hasil rontgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
1.1.5. Klasifikasi TB
1. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura.
2. Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ lain selain paru, misal pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Tuberkulosis ekstra paru menurut keparahan penyakitnya, dibagi atas :
- TB ekstra paru ringan
misal TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa, tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
- TB ekstra paru berat
misal meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing.
1.1.6. Klasifikasi Pasien TB
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, yaitu :
1. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati OAT sebelumnya, atau pernah kurang dari satu bulan.
2. Kambuh (Relaps)
Adalah penderita yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan dan dinyatakan telah sembuh, dan kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
3. Lalai dan drop out.
Yaitu penderita yang telah mendapatkan pengobatan paling kurang 1 bulan, dan berhenti selama 2 bulan atau lebih, kemudian datang lagi berobat.
4. Gagal.
Adalah penderita yang dari awal pengobatan sampai akhir pengobatan tetap menunjukan hasil BTA posistif. Atau penderita BTA yang masih positif atau kembali positif pada akhir bulan kelima, atau bisa juga penderita dengan BTA negatif, rontgen positif menjadi BTA positif pada akhir bulan kedua pengobatan.
5. Resisten banyak obat.
Hal ini bisa disebabkan oleh karena pasien yang lalai dan drop out yang berulangkali menjalani pengobatan yang sama.
1.1.7. Terapi Farmakologis TB dengan OAT
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu :
1. Tahap intensif.
Tahap awal intensif, dengan kegiatan bakterisid yang memusnahkan populasi kuman yang membelah dengan cepat. Pada tahap ini, penderita menelan obat setiap hari dan diawali langsung untuk mencegah terjadinya resistensi terhadap semua OAT, terutama rifampisin. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
2. Tahap lanjutan.
Tahap lanjutan, dengan melalui kegiatan sterilisasi kuman pada pengobatan jangka pendek atau kegiatan bakteriostatik pada pengobatan konvensional. Pada tahap ini penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
Paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombipak dengan tujuan untuk memudahkan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai satu (1) paket untuk satu (1) penderita dalam satu (1) masa pengobatan.
Tabel 1. Panduan OAT pada TB Paru
Panduan OAT Klasifikasi dan tipe penderita Fase awal Fase lanjutan
Kategori 1 BTA (+) baru
Sakit berat : BTA(-) luar paru 2RHZS(E)
2RHZS(E)
4RH
4R3H3
Kategori 2 Pengobatan ulang :
• Kambuh BTA (+)
• Gagal
2RHZES/1RHZE
2HRZES/1RHZE
5HRE
5R3H3E3
Kategori 3 • TB paru BTA (-)
• TB luar paru 2RHZ
2RHZ/2R3H3Z3 4RH
4R3H3





DAFTAR PUSTAKA

Aditama, TY, 1997. Prevalence of tuberculosis in Indonesia, Singapore, Brunei Darussalam and the Philipines, Tuberculosis in South East Asia, Jakarta.
Anonim, 2001. Tuberculosis Radiology.
http://www.en.wikipedia.org/wiki/tuberculosis_radiology.html
Bahar, A., 2001. Tuberkulosis Paru dalam Tjokronegoro, A., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi III. Jakarta : BPFKUI; 819-829.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2001. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan VI, Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan VIII, Jakarta.
Pardosi, JF, 2005. Tuberkulosis di Indonesia, Jakarta.
WHO, 2003. Epidemiological Research in Tuberculosis Control : updating TB Prevalence.